Saya selalu pergi travelling di setiap ada kesempatan, entah dengan
keluarga, teman-teman, atau sendiri. Saya menjelajah, memotret,
mendokumentasikan banyak hal menarik di tempat-tempat luar biasa,atau mengambil
selfie unik di sepanjang jalan agar teman-teman lainnya iri.
Tapi sebagai seorang travel writer muslim yang tengah hidup di
zaman yang penuh tantangan, saya memandang aktivitas travelling dengan
cara yang berbeda: sebagai pendidikan dan pengalaman spiritual (rohani) yang
bersifat transformatif, mencerahkan. Sekarang, saya paham alasan travelling
begitu dianjurkan oleh Islam. Mengapa kita tidak melipatgandakan ibadah kita?
Sayangnya, yang saya tidak pahami adalah kurangnya minat muslim untuk
melakukan travelling. Dan sebelum anda membombardir saya dengan banyak
pesan dan foto selfie dari Dubai atau Sharm, mari kita perjelas bahwa
paket liburan yang menawarkan terpenuhinya kenyamanan dan harapan anda bukanlah
travelling. Itu disebut liburan. Saya percaya, semua umat Islam harus
melakukan travelling.
Berikut ini 11 alasan travelling
menjadi hal yang layak dilakukan:
Haji atau Umrah
Travelling merupakan bagian integral dari banyak aspek spiritual
keislaman. Haji, terutama, merupakan salah satu dari rukun Islam. Lalu, ada
ibadah lain seperti Umrah, yang keduanya (Haji dan Umrah) membutuhkan kerelaan
muslim untuk melakukan perjalanan menuju Mekkah, juga perjalanan yang dipandang
melahirkan pengalaman transformatif dalam kegiatan naik hajinya.
Seorang penjelajah muslim, Ibn Battuta, dan penjelajah Barat, Richard
Burton, bahkan menuliskan fakta tersebut dalam memoar mereka. Dalam
penerapannya, Haji dan Umrah mengharuskan adanya ritual gerakan tertentu,
seperti tawaf di sekitar Kabah, berjalan antara Shafa dan Marwah, perjalanan ke
Mina, Gunung Arafah, dan Muzdalifah. Masing-masing ritual haji tersebut
menuntut kita untuk merenung dan refleksi diri.
Anjuran Bersafar
Travelling, secara terbuka, konon dianjurkan oleh Nabi
Muhammad yang memandang travelling sebagai cara penting dalam mencari
ilmu. Hadits populer mungkin sering terdengar, “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri
China” mendukung anjuran ini, – walau status hadits ini dipandang tidak shahih
oleh sebagian kalangan.
Nabi sendiri sempat mengalami perjalanan spiritual saat naik ke langit
ketujuh dalam Isra Mi’raj,
sebelum Allah memerintahkan shalat lima waktu.
Perjalanan Isra Mi’raj, diyakini oleh para cendekiawan, terjadi sebelum hijrah
ke Madinah, karena dimaksudkan untuk memperkuat tekad dan keyakinan Nabi
Muhammad mengenai kenabiannya. Beliau pun menghabiskan masa pertumbuhannya dengan
bepergian untuk menjalankan bisnis keluarga di Timur Tengah. Perjalanan
menggunakan kafilah ini, di kemudian hari, berpengaruh pada kemampuan Nabi
dalam menghormati dan berempati pada perbedaan budaya.
Tradisi
Umat Islam memiliki garis keturunan panjang para traveller
yang terkenal dengan pengalaman mereka. Salah satu traveller muslim
adalah Ibn Battuta, lahir di Tangier Maroko, yang melakukan perjalanan selama
30 tahun pasca perjalanan hajinya pada 1325, saat ia masih berusia 21 tahun.
Para cendekiawan muslim juga mengaggap travelling penting agar bisa
memberikan pengetahuan luas seperti Sunni Muhaddith, dan Muhammad Al Bukhari.
Juga ada banyak nabi yang melaksanakan perjalanan, sehingga akhirnya mengubah
karakter dan memperkuat tekad batin mereka. Kisah yang paling terkenal adalah
perjalanan spiritual Nabi Musa bersama Nabi Khidir.
Kespiritualan travelling
“Jadilah didunia ini, seolah-olah engkau adalah orang asing
di sepanjang jalan”. Hadits tersebut populer dalam mengaitkan jiwa dengan dunia
fana ini. Oleh karena itu, tak mengherankan jika setiap tradisi spiritual Islam
(bahkan agama lain) menggabungkan konsep ‘mengembara’ atau travelling sebagai bagian dari
pelatihan jiwa. Hikmahnya adalah untuk mendorong detachment
(?) ke alam dunia, yaitu membuat perasaan keterasingan menjadi
jiwa, yang dapat lebih mengembangkan apresiasi pada akhirat.
Berharap Rahmat Allah
Selama perjalanan, kita dapat mengenal Tuhan dengan lebih baik. Saya sendiri
memiliki momen spiritual hanya dengan menatap pegunungan, gurun, danau, atau
bahkan manusia dengan kehidupan sehari-harinya.
Travelling membuat hal yang asing terasa akrab, dan inilah yang
membuat kita bisa menghargai ciptaan Allah. Dalam Alquran. Manusia diminta
merenungi tanda-tanda yang dibuat di langit dan di bumi. Cara apa yang lebih
baik untuk memahami tanda tersebut selain melakukan perjalanan?
Mematikan ketidaktahuan & melahirkan
kerendahan hati
Tak ada yang mampu memadamkan ketidaktahuan seampuh pengalaman hidup. Dalam
dunia globalisasi yang semakin dijenuhkan oleh banyak media, kita dengan
mudahnya menempatkan diri sebagai hakim yang menjudge orang lain.
Melalui video, artikel, berita, atau foto, dengan arogannya kita mempercayai
bahwa kita mengetahui apa yang terjadi hanya dengan melihat media yang mewakili
keadaan.
Meski arti media sebenarnya merupakan posisi di tengah realitas, dan
merepresentasikannya, hal tersebut bukanlah realitas. Melakukan perjalanan ke
tempat-tempat terjadinya peristiwa yang kita anggap diketahui adalah cara
terbaik menyadarkan kita betapa salah dan tidak tahunya kita. Perjalanan
membuat mata kita terbuka, bahwa kita hanya mengetahui sedikit hal.
Kenalilah dirimu
Jika berbincang dengan orang-orang yang telah melakukan perjalanan, terutama
para solo traveller, anda akan terpesona dengan kepercayaan diri,
keterbukaan, dan betapa baiknya mereka mengenali diri mereka. Perjalanan
membuatmu menjadi sosok yang lebih baik, sebab perjalanan mengeluarkan anda
dari zona nyaman, dan memaksa anda merenungi siapa diri anda.
Sebagai muslim, akan ada suatu masa ketika kita berdiri sendirian di hadapan
Sang Khalik. Perjalanan juga membuat anda merefleksi diri tanpa disertai
ekspektasi masyarakat, budaya, agama, dan keluarga. Orang-orang yang telah
melakukan travelling akan memberitahu kita bahwa tak ada yang lebih
membebaskan dari ekspektasi diri kita sendiri. Namun, perlu diingat, pertama
kali melakukan perjalanan, anda mungkin ketakutan karena menyadari anda tak
benar-benar memiliki harapan anda sendiri.
Pengalaman baru
Dunia penuh dengan tempat menakjubkan yang penuh dengan pengalaman luar
biasa untuk dimiliki. Jika anda tidak menikmatinya, anda hanya menghabiskan
waktu di dunia ini. Apalagi mengingat saat ini travelling semakin
murah, dan anda bisa meraup penghasilan untuk mendanai perjalanan anda. Travelling
menjadi semakin fleksibel, yang menambah alasan anda untuk pergi melihat dunia,
setidaknya sekali.
Mereka yang tidak melakukan travelling, tidak akan pernah melihat
matahari terbit di Macchu Picchu, mendengarkan keheningan alam di Gurun Sahara,
atau merasakan manisnya buah belimbing yang baru saja dipetik oleh anak-anak di
negeri Bangladesh.
Menghargai apa dan siapa yang kita miliki
Seringkali, kita bersama orangtua, saudara, dan rumah hanya saat
membutuhkan. Namun, ada ungkapan,”Ketidakhadiran membuat hati mencinta”. Yang
dimaksud kalimat ini sebenarnya adalah anda akhirnya melihat berkah apa yang
diberikan Allah pada kita.
Meningkatkan keyakinan pada kemanusiaan
Ada sebagian besar orang yang
masih peduli dan hormat, yang menjadi perwujudan kata ‘kemanusiaan’.
Sejarah Islam
Jika kita bepergian, kita akan menemukan begitu banyak sejarah Islam.
Barangkali anda tahu tentang perjalanan dan cerita saya mengenai warisan muslim
Eropa yang terlupakan, misalnya penemuan drakula muslim, lingua franca yang
merupakan bahasa Arab, atau kisah anak non-Islam yang dibesarkan untuk
memerintah kerajaan Ottoman.
Dengan bepergian ke tempat-tempat penting dalam sejarah Islam, baik Madinah
atau Kordova di Spanyol, kita bisa lebih dekat dengan akar, masa lalu, dan
warisan kita. Hanya dengan mengetahui asal muasal kita, kita benar-benar paham
dan tahu kemana kita bepergian.