Mendengar
Cina, tentu yang terbayang di benak kita adalah tembok berukuran raksasa
terpanjang dalam sejarah, yang di nobatkan sebagai salah satu dari keajaiban
dunia. Namun, bagiku, ada yang lebih menarik dari itu. Menyusuri sejarah
kegemilangan Islam yang terlupakan.
Di zaman
Rasulullah, bangsa Arab mengenal Cina tidak hanya ahli dalam perdagangan di
seluruh dunia. Tetapi negara yang memiliki peradaban yang sangat tinggi. Bahkan
bangsa Arab melakukan perdagangan sudah 500 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa
As. Tujuan para saudagar Arab ini Adalah Pulau Guang Zhou yang merupakan pusat
perdagangan dan pelabuhan utama Cina.
Masa Khalifah Utsman bin Affan. Sa’ad bin Abi Waqash diminta secara pribadi
untuk membangun hubungan dengan Cina dalam misi dakwah. Berangkatlah Sa’ad
melalui jalur yang sekarang kita kenal dengan “jalur sutra”. Pada tahun 651 M,
pada zaman Dinasti Tang, Kaisar menerima kedatangan Sa’ad bersama sahabat
dengan baik. Tanda kesepakatan dan kenangan kepada Islam, Kaisar memerintahkan
membangun masjid di Guang Zhou. Masjid ini masih kokoh berdiri, walau usianya
kurang lebih 1300 tahun. Di kenal dengan nama Masjid Huaishang.
Siang itu, kususuri
potret-potret masjid dari masa ke masa, membandingkannya dengan masjid yang
tersergam indah di depan mataku. Nampak jelas bahwa bangunan masjid telah
mengalami beberapa renovasi. Shalat jama’ah Dhuhur di sana terasa tenang. Bukan
karena berkesempatan melihat peninggalan sejarah. Tetapi berbaur bersama warga
kulit putih dengan mata sipit yang di Indonesia diidentikkan dengan kristian,
pelit dan sebagainya. Mereka selalu menyungging senyuman kepada para pengunjung
yang datang. Mereka mengulurkan tangan, berpelukan dan hanya mampu mengucapkan
salam tanpa ada percakapan selanjutnya karena keterbatasan pemahaman bahasa
kami yang minim. Sudah membuat cukup bagiku memaknai sebuah ikatan ukhuwah
persaudaraan sesama muslim.
Berkesempatan
berada di depan makam Sa’ad bin Abi Waqash cukup lama, membuatku sejenak
merenung. Perjuangan itu memang membutuhkan pengorbanan. Meninggalkan tanah
kelahiran, rela jauh dari sahabat juga keluarga. Mengemban misi mulia dengan
perbedaan bahasa tentu bukan hal yang mudah. Hingga sekarang, Islam hampir
menyebar ke seluruh pelosok Cina.
Perjuangan
yang luar biasa dari seorang paman nabi yang amat disayanginya itu. Salah satu
dari sepuluh sahabat yang dijanjikan Surga.
Sa’ad tidak hanya cerdas. Punya keberanian maju ke medan perang sejajar
Singa Allah, tetapi seorang teladan yang benar-benar berani membela agamanya,
mempertahankan keyakinan sekalipun ditentang ibundanya. Kisah hidup yang penuh
dengan hikmah dan teladan.
“Tuntutlah
Ilmu sampai ke Negeri Cina”
Melahirkan
penafsiran yang berbeda dalam ruang hatiku. Pemberitahuan terselubung atas
pernyataan bangga dan rindu Rasulullah, bahwa di Cina Sa’ad bin Abi Waqash
berada. Kita bisa menimba ilmu dan belajar Islam darinya. Di Cina, Sa’ad bin
Abi Waqash mewakafkan dirinya untuk Agama.
Sa’ad
meninggal di Guangzhou. Sebuah pusara diyakini makamnya. Namun, sebagian orang
beranggapan Sa’ad meninggal di Madinah. Di manapun Sa’ad dimakamkan, bagiku
beliau berperan penting dalam perkembangan Islam di Cina.
No comments:
Post a Comment