Friday, February 27, 2015

11 Alasan Mengapa Setiap Muslim ‘Wajib’ Jadi Traveller




Saya selalu pergi travelling di setiap ada kesempatan, entah dengan keluarga, teman-teman, atau sendiri. Saya menjelajah, memotret, mendokumentasikan banyak hal menarik di tempat-tempat luar biasa,atau mengambil selfie unik di sepanjang jalan agar teman-teman lainnya iri.

Tapi sebagai seorang travel writer muslim yang tengah hidup di zaman yang penuh tantangan, saya memandang aktivitas travelling dengan cara yang berbeda: sebagai pendidikan dan pengalaman spiritual (rohani) yang bersifat transformatif, mencerahkan. Sekarang, saya paham alasan travelling begitu dianjurkan oleh Islam. Mengapa kita tidak melipatgandakan ibadah kita?

Sayangnya, yang saya tidak pahami adalah kurangnya minat muslim untuk melakukan travelling. Dan sebelum anda membombardir saya dengan banyak pesan dan foto selfie dari Dubai atau Sharm, mari kita perjelas bahwa paket liburan yang menawarkan terpenuhinya kenyamanan dan harapan anda bukanlah travelling. Itu disebut liburan. Saya percaya, semua umat Islam harus melakukan travelling

Berikut ini 11 alasan travelling menjadi hal yang layak dilakukan:



Haji atau Umrah

Travelling merupakan bagian integral dari banyak aspek spiritual keislaman. Haji, terutama, merupakan salah satu dari rukun Islam. Lalu, ada ibadah lain seperti Umrah, yang keduanya (Haji dan Umrah) membutuhkan kerelaan muslim untuk melakukan perjalanan menuju Mekkah, juga perjalanan yang dipandang melahirkan pengalaman transformatif dalam kegiatan naik hajinya.

Seorang penjelajah muslim, Ibn Battuta, dan penjelajah Barat, Richard Burton, bahkan menuliskan fakta tersebut dalam memoar mereka. Dalam penerapannya, Haji dan Umrah mengharuskan adanya ritual gerakan tertentu, seperti tawaf di sekitar Kabah, berjalan antara Shafa dan Marwah, perjalanan ke Mina, Gunung Arafah, dan Muzdalifah. Masing-masing  ritual haji tersebut menuntut kita untuk merenung dan refleksi diri.

Anjuran Bersafar

Travelling, secara terbuka, konon dianjurkan oleh  Nabi Muhammad yang memandang travelling sebagai cara penting dalam mencari ilmu. Hadits populer mungkin sering terdengar, “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China” mendukung anjuran ini, – walau status hadits ini dipandang tidak shahih oleh sebagian kalangan.
Nabi sendiri sempat mengalami perjalanan spiritual saat naik ke langit ketujuh dalam Isra Mi’raj,
sebelum Allah memerintahkan shalat lima waktu. Perjalanan Isra Mi’raj, diyakini oleh para cendekiawan, terjadi sebelum hijrah ke Madinah, karena dimaksudkan untuk memperkuat tekad dan keyakinan Nabi Muhammad mengenai kenabiannya. Beliau pun menghabiskan masa pertumbuhannya dengan bepergian untuk menjalankan bisnis keluarga di Timur Tengah. Perjalanan menggunakan kafilah ini, di kemudian hari, berpengaruh pada kemampuan Nabi dalam menghormati dan berempati pada perbedaan budaya.


Tradisi

Umat Islam memiliki garis keturunan panjang para traveller  yang terkenal dengan pengalaman mereka. Salah satu traveller muslim adalah Ibn Battuta, lahir di Tangier Maroko, yang melakukan perjalanan selama 30 tahun pasca perjalanan hajinya pada 1325, saat ia masih berusia 21 tahun.
Para cendekiawan muslim juga mengaggap travelling penting agar bisa memberikan pengetahuan luas seperti Sunni Muhaddith, dan Muhammad Al Bukhari. Juga ada banyak nabi yang melaksanakan perjalanan, sehingga akhirnya mengubah karakter dan memperkuat tekad batin mereka. Kisah yang paling terkenal adalah perjalanan spiritual Nabi Musa bersama Nabi Khidir.
Kespiritualan travelling



“Jadilah didunia ini, seolah-olah engkau adalah orang asing di sepanjang jalan”. Hadits tersebut populer dalam mengaitkan jiwa dengan dunia fana ini. Oleh karena itu, tak mengherankan jika setiap tradisi spiritual Islam (bahkan agama lain) menggabungkan konsep ‘mengembara’ atau travelling sebagai bagian dari pelatihan jiwa. Hikmahnya adalah untuk mendorong detachment (?) ke alam dunia, yaitu membuat perasaan keterasingan menjadi jiwa, yang dapat lebih mengembangkan apresiasi pada akhirat.

Berharap Rahmat Allah
Selama perjalanan, kita dapat mengenal Tuhan dengan lebih baik. Saya sendiri memiliki momen spiritual hanya dengan menatap pegunungan, gurun, danau, atau bahkan manusia dengan kehidupan sehari-harinya.

Travelling membuat hal yang asing terasa akrab, dan inilah yang membuat kita bisa menghargai ciptaan Allah. Dalam Alquran. Manusia diminta merenungi tanda-tanda yang dibuat di langit dan di bumi. Cara apa yang lebih baik untuk memahami tanda tersebut selain melakukan perjalanan?
Mematikan ketidaktahuan & melahirkan kerendahan hati


Tak ada yang mampu memadamkan ketidaktahuan seampuh pengalaman hidup. Dalam dunia globalisasi yang semakin dijenuhkan oleh banyak media, kita dengan mudahnya menempatkan diri sebagai hakim yang menjudge orang lain. Melalui video, artikel, berita, atau foto, dengan arogannya kita mempercayai bahwa kita mengetahui apa yang terjadi hanya dengan melihat media yang mewakili keadaan.

Meski arti media sebenarnya merupakan posisi di tengah realitas, dan merepresentasikannya, hal tersebut bukanlah realitas. Melakukan perjalanan ke tempat-tempat terjadinya peristiwa yang kita anggap diketahui adalah cara terbaik menyadarkan kita betapa salah dan tidak tahunya kita. Perjalanan membuat mata kita terbuka, bahwa kita hanya mengetahui sedikit hal.

Kenalilah dirimu
Jika berbincang dengan orang-orang yang telah melakukan perjalanan, terutama para solo traveller, anda akan terpesona dengan kepercayaan diri, keterbukaan, dan betapa baiknya mereka mengenali diri mereka. Perjalanan membuatmu menjadi sosok yang lebih baik, sebab perjalanan mengeluarkan anda dari zona nyaman, dan memaksa anda merenungi siapa diri anda.

Sebagai muslim, akan ada suatu masa ketika kita berdiri sendirian di hadapan Sang Khalik. Perjalanan juga membuat anda merefleksi diri tanpa disertai ekspektasi masyarakat, budaya, agama, dan keluarga. Orang-orang yang telah melakukan travelling akan memberitahu kita bahwa tak ada yang lebih membebaskan dari ekspektasi diri kita sendiri. Namun, perlu diingat, pertama kali melakukan perjalanan, anda mungkin ketakutan karena menyadari anda tak benar-benar memiliki harapan anda sendiri.

Pengalaman baru
Dunia penuh dengan tempat menakjubkan yang penuh dengan pengalaman luar biasa untuk dimiliki. Jika anda tidak menikmatinya, anda hanya menghabiskan waktu di dunia ini. Apalagi mengingat saat ini travelling semakin murah, dan anda bisa meraup penghasilan untuk mendanai perjalanan anda. Travelling menjadi semakin fleksibel, yang menambah alasan anda untuk pergi melihat dunia, setidaknya sekali.

Mereka yang tidak melakukan travelling, tidak akan pernah melihat matahari terbit di Macchu Picchu, mendengarkan keheningan alam di Gurun Sahara, atau merasakan manisnya buah belimbing yang baru saja dipetik oleh anak-anak di negeri Bangladesh.

Menghargai apa dan siapa yang kita miliki
Seringkali, kita bersama orangtua, saudara, dan rumah hanya saat membutuhkan. Namun, ada ungkapan,”Ketidakhadiran membuat hati mencinta”. Yang dimaksud kalimat ini sebenarnya adalah anda akhirnya melihat berkah apa yang diberikan Allah pada kita.


Meningkatkan keyakinan pada kemanusiaan
Ada sebagian besar orang yang masih peduli dan hormat, yang menjadi perwujudan kata ‘kemanusiaan’.
Sejarah Islam

Jika kita bepergian, kita akan menemukan begitu banyak sejarah Islam. Barangkali anda tahu tentang perjalanan dan cerita saya mengenai warisan muslim Eropa yang terlupakan, misalnya penemuan drakula muslim, lingua franca yang merupakan bahasa Arab, atau kisah anak non-Islam yang dibesarkan untuk memerintah kerajaan Ottoman.

Dengan bepergian ke tempat-tempat penting dalam sejarah Islam, baik Madinah atau Kordova di Spanyol, kita bisa lebih dekat dengan akar, masa lalu, dan warisan kita. Hanya dengan mengetahui asal muasal kita, kita benar-benar paham dan tahu kemana kita bepergian.

No comments:

Post a Comment