Sekitar 250 peninggalan budaya dari era Dinasti Han yang
mewakili seluruh wilayah di sepanjang jalur sutra, dipamerkan di Museum
Nasional Cina, sejak 6 November 2014 hingga 5 Januari 2015.
Sejumlah peninggalan budaya itu dikumpulkan dari 51 museum di seluruh Cina, yang merupakan bagian dari jejak sejarah terbangunnya jalur sutra darat dan maritim, pada akhir abad kedua SM.
"Kami sudah mengumpulkan koleksi utama dari seluruh museum di Cina, yang benar-benar mencerminkan sejarah panjang serta perkembangan jalur sutra termasuk penelitian terbaru yang akan dilakukan," kata kurator Museum Nasional Cina Shan Yueying, di Beijing, Sabtu (20/12).
Pameran dibagi menjadi empat segmen dari mulai dibukanya jalur sutra oleh Zhang Qian pada era Dinasti Han hingga perkembangannya, yang mencapai masa jayanya saat Dinasti Tang. Jalur sutra menandai era baru pertukaran budaya antara Cina dan Barat.
Sejumlah peninggalan budaya itu dikumpulkan dari 51 museum di seluruh Cina, yang merupakan bagian dari jejak sejarah terbangunnya jalur sutra darat dan maritim, pada akhir abad kedua SM.
"Kami sudah mengumpulkan koleksi utama dari seluruh museum di Cina, yang benar-benar mencerminkan sejarah panjang serta perkembangan jalur sutra termasuk penelitian terbaru yang akan dilakukan," kata kurator Museum Nasional Cina Shan Yueying, di Beijing, Sabtu (20/12).
Pameran dibagi menjadi empat segmen dari mulai dibukanya jalur sutra oleh Zhang Qian pada era Dinasti Han hingga perkembangannya, yang mencapai masa jayanya saat Dinasti Tang. Jalur sutra menandai era baru pertukaran budaya antara Cina dan Barat.
Saat itu, jalan sutra adalah jalur paling penting bagi
perdagangan dan komunikasi budaya antara Timur dan Barat. Sejak Dinasti Han,
jalan sutra terus-menerus diperluas, melewati padang pasir, padang rumput dan
jalur maritim serta mencapai masa jayanya pada Dinasti Tang.
Jalur sutra mempertukarkan pula peradaban kuno Cina, India, Persia, Yunani, Roma, Mesir dan negara-negara Asia Timur lain. Pameran tidak sekadar menampilkan peninggalan budaya berupa benda-benda keramik, porselen, sutra, dari Cina, tetapi juga kekaisaran Romawi, serta Asia Barat, bahkan yang menandai awal masuknya agama Kristen ke Cina.
"Sebagian artefak digali dari dasar laut," kata arkeolog Kantor Adminitrasi Nasional untuk Warisan Budaya, Liang Guoqing.
Ia menambahkan, "Untuk waktu yang lama, diyakini Cina kuno memfokuskan diri pada budaya agro-pertanian-nya. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, kami telah menemukan bukti sejarah bahwa nenek moyang kita juga fokus ke maritim. Mudah-mudahan melalui pameran ini, orang bisa lebih memahami jalan sutra maritim, bagian laut ini penting untuk ekonomi dan budaya internasional".
Untuk memberikan gambaran sejarah serta pentingnya jalur sutra bagi kemakmuran kawasan dan dunia, di masa silam, masa kini dan masa depan, pihak museum pun mengundang sejumlah diplomat negara sahabat, perwakilan organisasi internasional serta jurnalis asing, menyaksikan pameran tersebut.
Pada lawatan ke Asia Tengah pada, tepatnya saat berpidato di Astana, Kazakhstan pada 7 September 2013, Presiden Tiongkok Xi Jinping, memperkenalkan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra, salah satu pilar 'Mimpi Cina'.
Ia menyerukan pembangunan koridor transportasi yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Laut Baltik serta menjalin Asia Timur dengan Asia Selatan dan Timur Tengah. Koridor ini akan melayani pasar gabungan dengan total konsumen sekitar tiga miliar orang.
Saat melawat ke Indonesia, Oktober 2013, ia kembali mengajukan pilar lain yakni sebuah koridor perdagangan maritim yang disebutnya sebagai Jalur Sutra Maritim Abad ke-21.
Ini mencakup pembangunan atau perluasan pelabuhan dan kompleks industri di seluruh Asia Tenggara dan beberapa negara seperti Sri Lanka, Kenya, dan Yunani. Presiden Xi juga berambisi memperbesar volume perdagangan bilateral dengan Asia Tenggara sampai 1 triliun dolar AS pada 2020, lebih dari dua kali lipat nilai perdagangan Cina-Asia Tenggara tahun lalu.
Jalur sutra mempertukarkan pula peradaban kuno Cina, India, Persia, Yunani, Roma, Mesir dan negara-negara Asia Timur lain. Pameran tidak sekadar menampilkan peninggalan budaya berupa benda-benda keramik, porselen, sutra, dari Cina, tetapi juga kekaisaran Romawi, serta Asia Barat, bahkan yang menandai awal masuknya agama Kristen ke Cina.
"Sebagian artefak digali dari dasar laut," kata arkeolog Kantor Adminitrasi Nasional untuk Warisan Budaya, Liang Guoqing.
Ia menambahkan, "Untuk waktu yang lama, diyakini Cina kuno memfokuskan diri pada budaya agro-pertanian-nya. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, kami telah menemukan bukti sejarah bahwa nenek moyang kita juga fokus ke maritim. Mudah-mudahan melalui pameran ini, orang bisa lebih memahami jalan sutra maritim, bagian laut ini penting untuk ekonomi dan budaya internasional".
Untuk memberikan gambaran sejarah serta pentingnya jalur sutra bagi kemakmuran kawasan dan dunia, di masa silam, masa kini dan masa depan, pihak museum pun mengundang sejumlah diplomat negara sahabat, perwakilan organisasi internasional serta jurnalis asing, menyaksikan pameran tersebut.
Pada lawatan ke Asia Tengah pada, tepatnya saat berpidato di Astana, Kazakhstan pada 7 September 2013, Presiden Tiongkok Xi Jinping, memperkenalkan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra, salah satu pilar 'Mimpi Cina'.
Ia menyerukan pembangunan koridor transportasi yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Laut Baltik serta menjalin Asia Timur dengan Asia Selatan dan Timur Tengah. Koridor ini akan melayani pasar gabungan dengan total konsumen sekitar tiga miliar orang.
Saat melawat ke Indonesia, Oktober 2013, ia kembali mengajukan pilar lain yakni sebuah koridor perdagangan maritim yang disebutnya sebagai Jalur Sutra Maritim Abad ke-21.
Ini mencakup pembangunan atau perluasan pelabuhan dan kompleks industri di seluruh Asia Tenggara dan beberapa negara seperti Sri Lanka, Kenya, dan Yunani. Presiden Xi juga berambisi memperbesar volume perdagangan bilateral dengan Asia Tenggara sampai 1 triliun dolar AS pada 2020, lebih dari dua kali lipat nilai perdagangan Cina-Asia Tenggara tahun lalu.
No comments:
Post a Comment